TABAYYUN
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS. Al Hujurot ayat 6]
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS. Al Hujurot ayat 6]
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu pergi di jalan Allah, maka lakukanlah tabayyun.” ( QS. An Nisa/4: 94)
Pengertian tabayyun
dalam ayat tersebut bisa dilihat antara lain dalam Tafsir al Qur’an Departemen
Agama, 2004. Kata itu merupakan fiil amr untuk jamak, dari kata kerja
tabayyana, masdarnya at-tabayyun, yang artinya adalah mencari kejelasan hakekat
suatu atau kebenaran suatu fakta dengan teliti, seksama dan hati-hati. Perintah
untuk tabayyun merupakan perintah yang sangat penting, terutama pada
akhir-akhir ini di mana kehidupan antar sesama umat sering dihinggapi
prasangka. Allah memerintahkan kita untuk bersikap hati-hati dan mengharuskan
untuk mencari bukti yang terkait dengan isu mengenai suatu tuduhan atau yang
menyangkut identifikasi seseoranag.
Belakangan ini seringnya
gampang orang atau suatu kelompok berprasangka negatif terhadap Praktisi
Hypnosis, atau menuduh sesat Ilmu Hypnosis, dan kadang disertai hujatan,
penghakiman secara sepihak, dan sebagainya. Berprasangka tanpa meneliti duduk
perkaranya, adalah apriori atau masa bodoh. Mensikapi orang lain hanya berdasar
pada sangkaan-sangkaan negatif atau isu-isu yang beredar atau bisikan orang
lain. Sikap demikian adalah tidak tabayyun, atau tidak mau tahu apa yang
sebenarnya terjadi.. Berikut ini adalah tulisan Bpk. Drs.Asep Haerul
Gani,Psikolog. Mengenai Hypnosis. Semoga bermanfaat menambah wawasan kita semua. “ Kang Asep, bagaimana
hukumnya mempelajari Hypnosis? “
“Apakah mempelajari NLP dan Hypnosis itu dapat dibenarkan sesuai Syari’ah , Kang ?
“ Bukankah dalam Hypnosis itu digunakan kekuatan Jin sehingga ini bagian dari praktek kuasa kegelapan?” “Pondok pesantren kok mengajarkan Hypnosis sih?”“Kok kontradiksi sih harusnya kan mengajarkan kebaikan lha kok malah mengajarkan kesesatan?”
“Apakah mempelajari NLP dan Hypnosis itu dapat dibenarkan sesuai Syari’ah , Kang ?
“ Bukankah dalam Hypnosis itu digunakan kekuatan Jin sehingga ini bagian dari praktek kuasa kegelapan?” “Pondok pesantren kok mengajarkan Hypnosis sih?”“Kok kontradiksi sih harusnya kan mengajarkan kebaikan lha kok malah mengajarkan kesesatan?”
Pertanyaan-pertanyaan
senada baik tidak langsung maupun langsung sudah biasa saya dapatkan, khsusnya
saat menyampaikan kuliah, ceramah, workshop mengenai Hypnosis. Rupanya benar
kata orang bijak bahwa manusia seringkali takut akan hal yang belum
diketahuinya. Hal ini tidak hanya menerpa pada orang awam. Sebagian ilmuwan pun
yang dididik untuk menghindari apriori dan melakukan aposteriori kadang
terjebak dalam memberikan judgment sebelum mengetahui dan mendalami
fenomenanya.
Tahun 2007, panitia
seminar ilmiah dan workshop yang semula menyatakan senang saat saya bersedia
sharing tentang Hypnotherapy , suatu kali menelpon “Mohon maaf kang Asep,
kayaknya kegiatan sharingnya bisa batal, ada kolega saya yang menentang dan
berkata bahwa belajar hypnosis itu haram. Sekarang ini saya sedang ketemu
dengan Majlis Ulama Indonesia di kota propinsi untuk menanyakan fatwa mengenai
hal ini”. Menjelang kegiatan saya tiba-tiba ditelepon, “Kang Asep ternyata
tidak ada fatwa MUI yang mengatakan Hypnosis itu Haram, jadi workshopnya dapat
dilanjutkan“.
***
Saya hadir di hari
pertama sebagai penyampai makalah hasil penelitian “Hypnotherapy effect of
ibadah”. Baru saja saya menyampaikan pengantar, pemakalah lain yang kebetulan
tampil sebelum saya menyatakan “Hypnosis itu Haram , memperdaya pikiran orang,
memperlakukan orang lain seperti budak yang tidak punya kehendak, dan
memanipulasi orang lain, karena itu tidak perlu Anda membahas hasil penelitian
Anda”.
Pernyataan ini ditimpali
oleh audiens lain “Hypnosis itu haram, melibatkan setan di dalamnya, dan hanya
dilakukan dengan kekuatan khadam atau jin”.
Karena moderator
terhipnosis oleh hujatan-hujatan yang cenderung memanas dan tidak sempat
menengahi, saya dengan suara lantang menyampaikan “ Hadirin sekalian, bila kita
sepakat ini adalah forum ilmiah, berikan saya kesempatan untuk menguraikan
hasil penelitian saya secara lengkap, kemudian silakan sanggah dan bantah bila
secara metodologi ilmiah ada kekeliruan”.
Untunglah sang kolega
juga hadirin mau mengikuti saran saya. Saat saya paparkan dasar kajian,
definisi, fenomena, proses, langkah hypnotherapy serta efek hypnotherapy dari
kegiatan ibadah, alih-alih mendapatkan sanggahan dan hujatan, malah yang
terlihat audience anggukan kepala tanda setuju dan mendengar komentar“Ohhhh
gitu tohhh!”. Bahkan pemakalah-pemakalah berikutnya yang kebanyakan menampilkan
rancangan-rancangan penelitian menjadikan hasil penelitian saya sebagai
rujukan,”Masya Allah”.
***
Di luar seminar, saya
menemui kolega dan audiens yang menyatakan Hypnosis itu Haram dan bertanya,
“Apakah anda pernah mempelajari Hypnosis secara akademik? Apakah anda pernah
mempelajari Hypnosis di laboratorium? Apakah anda pernah mempelajari Ericksonian
hypnosis? “
“Tidak…. Tidak pernah…!
“Apakah pendapat Anda
‘Hypnosis itu memperdaya pikiran orang, memperlakukan orang lain seperti budak
yang tidak punya kehendak, dan memanipulasi orang lain’ adalah akibat penemuan
sendiri? Atau hasil dari pembuktian ilmiah? “
“Tidak …
“ Lalu bila demikian
atas dasar apa Anda mengatakan Haram ?
“ Karena Tokoh X , yang
saya pandang sebagai Guru mengatakan demikian..”.
“ Baiklah. Seminar ini
adalah seminar hasil penelitian. Tentu saja pendapat dari otoritas dapat kita
gunakan sejauh itu berdasarkan hasil amatan, kajian dan penelitian dan daya
kritisi kita terhadap pendapat Otoritas, serta Otoritas memang adalah orang
yang dipandang ahli dalam bidang tersebut. Menurut pendapat saya, tokoh X yang
Anda katakan tadi, maaf bukanlah otoritas dalam bidang Hypnosis , bahkan
jangan-jangan belum pernah mempelajari mengenai Hypnosis dan tidak pernah tahu
apa fenomena Hypnosis dan tidak pernah tahu persis bagaimana proses Hypnosis
terjadi. Bila demikian halnya bagaimana bisa pendapatnya dipakai. Bukankah
dengan demikian kita melakukan fals logic?
“ Lalu kalau begitu, apa
dong langkah yang harus saya lakukan agar tidak terpeleset dalam kekeliruan
logika tadi? “
“Karena forum ini adalah
forum ilmiah, yang memerlukan aposteriori, sebuah pandangan yang muncul akibat
pembuktian, bukan apriori, pandangan yang muncul sebelum ada bukti, ada baiknya
Anda semua yang belum pernah belajar megenai Hypnosis secara akademik dan belum
pernah belajar mengenai Ericksonian Hypnosis, saya undang untuk hadir di
workshop besok. Silakan anda amati, dan setelah itu barulah anda jatuhkan
putusan apakah mempelajari Hypnosis itu Wajib, Sunat, Mubah, Makruh atau Haram
seperti yang Anda tuduhkan.”.
***
Hari kedua, workshop
dibuka. Ruangan disiapkan untuk 20 orang peserta. Atas permintaan rekan ilmuwan
yang menjadi audiens di seminar hasil penelitian pada hari pertama, akhirnya
disesaki 35 orang. Uniknya 15 orang ini menempatkan diri menjadi pengamat,
tidak mau menjadi peserta aktif.
Pada waktu awal
workshop, saya katakan kepada mereka “Selama workshop ini, perlahan atau cepat,
pandangan Anda terhadap Hypnosis dapat berubah, termasuk keterlibatan Anda,
bisa jadi saat ini Anda hanya menjadi pengamat, lambat atau cepat Anda akan
menjadi peserta aktif”.
Peserta-peserta yang menjadi
pengamat cengar-cengir saja bahkan ada yang nyeletuk “Nggak mungkin”. Saya
timpali langsung “Mari kita buktikan, atas kesediaan Anda sendiri, apapun
menjadi mungkin”.
Kegiatan workshop
berlangsung lancar. Dengan memanfaatkan keunikan peserta, kekhasan dari hal
yang diyakini peserta, dan kebiasaan peserta dalam melakukan kegiatan
peribadatan dan mengakses state khusyuk, membuat workshop menjadi lebih cair,
gayeng, seru dan membuat pengamat bersedia mengubah status menjadi peserta
aktif..
***
Usai workshop, saya
mengajukan pertanyaan kepada salah satu pengamat eh peserta aktif, yang
mempunyai pemahaman mengenai fikih, yurisprudensi Islam
“ Setelah Anda mengamati
dan mengalami pembelajaran mengenai Hypnosis, menurut Anda apakah Anda
menemukan apa yang Anda tuduhkan kemarin dalam mempelajari Hypnosis?”
“ Tidak tuh! Tidak ada
memperdayai pemikiran orang lain. Saya tetap mempunyai kemerdekaan mau
mengikuti atau menolak pembelajaran dan pemrograman sang terapis. Tidak ada
juga memanipulasi kesadaran, saya merasa sadar penuh, bahkan sangat sadar dan
focus!”
“ Jangan-jangan anda
rasakan bahwa ada kekuatan Jin…?”
“ Ah… sebagai orang yang
mempelajari Ruqyah… saya tidak menemukan JIN ikut-ikutan dalam proses ini,
murni semuanya atas kendali diri sendiri”
“ Bila demikian halnya,
menurut Anda saat ini ustadz apa hukum mempelajari Hypnosis?”
“Mempelajari Hypnosis
menurut yang saya rasakan, bagi diri saya, sama seperti menuntut ilmu hukumnya
fardu alias WAJIB”
“Ati-ati lho ustadz,
menjatuhkan putusan!” kata saya “Saya jadi bingung nih, kemarin mengatakan
HARAM sekarang katanya WAJIB?”
“Lho, kemarin kan saya
mendasarkan putusan baru pada KATANYA. Saya bicara bukan karena pembuktian
terlebih dahulu. Saya apriori saja. Sekarang saya bicara gini kan aposteriori,
mengamati sendiri, membuktikan sendiri dan mengalami sendiri, dan ternyata apa
yang saya tuduhkan itu, tidak terbukti, malah saya dapat bukti lain!”
“Apa yang anda maksudkan
dengan bukti lain?
“Saya menjadi mengetahui
bagaimana struktur mind, cara memanfaatkannya yang benar dan cara membuat diri
lebih berdayaguna dan lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain”.
Apa iya hukumnya WAJIB,
dilakukan mendapat pahala ditinggalkan berdosa ?”
“Ya , bukankah
mensyukuri dan memanfaatkan apa yang diberikan Allah adalah WAJIB?”
“Ustadz, karena Anda
belajar ilmu fikih, hukumnya belajar Hypnosis itu jadinya bagaimana?”
“ Ya tergantung?
“ Maksudnya….?
“ Tergantung apa materi
yang dipelajarinya, maksud dari yang belajarnya , dan efeknya terhadap orang
lain?
“ Jadi dapat beda-beda
dong hukumnya ?”
“ Betul! Bisa jadi HARAM
atau DILARANG, bila memang terbukti misalnya ada pemanfaatan Jin di dalamnya,
untuk tujuan buruk atau memberikan efek buruk bagi orang lain”
“ Apakah bisa hukumnya
SUNAH atau UTAMA ustadz ?’
“ Ya tentu, bila
ternyata yang dipelajarinya adalah berkaitan dengan pemanfaatan kesadaran
manusia yang dapat memberikan efek maslahat dan manfaat pada dirinya dan
meningkatkan peluang untuk lahirnya kebaikan dan keutamaan”.
“ Apakah bisa hukumnya
MAKRUH atau BAIK DIHINDARI ustadz ?”
“ Ya! Bila saja ternyata
yang dipelajarinya adalah hampir nyerempet ke Syirik , atau si yang belajar
bertujuan untuk ngisengin atau memanfaatkan kelemahan orang lain!”
“ Terima kasih ustadz,
namun setelah ustadz sama-sama belajar dengan peserta lain, secara umum apa sih
hukumnya belajar Hypnosis ?”
“ Ya, kalau itu sih
kembali ke kaidah usul fikih, yang menyatakan hukum awal segala sesuatu itu
adalah MUBAH atau BOLEH , sampai ada yang melarangnya”.
“ Lalu, atas dasar apa
dong kemarin ustadz mengatakan HARAM?”
“ Kemarin itu, saya
teringat kaidah usul fikih yang menyatakan “Mencegah kemunkaran itu harus lebih
diutamakan daripada melakukan kebaikan”. Karena saya belum tahu persis mengenai
manfaat dan mudorotnya belajar hypnosis, kan lebih aman bila kita menghindari
keburukan yang dapat ditimbulkannya. Namun demikian sebagai ilmuwan, harusnya
saya mengambil sikap tersebut setelah melakukan pembuktian, bukan sekedar
percaya begitu saja”.
“ Jadi setelah ini, apa
yang akan ustadz lakukan ?”
“ Ya , lebih kurang
seperti Anda.”
“ Boleh dijelaskan?
“ Meluruskan pendapat
yang keliru pada ummat, mengajarkannya untuk pemberdayaan ummat, dimulai dengan
membangkitkan dirinya, sesuai pesan Nabi “ibda binafsika”, mulailah dari
dirimu, juga selaras dengan ajakan ayat “Quw Anfusakum wa ahliykum Naaron”
Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka”.
“ Apa sudah siap dihujat
seperti saya kemarin? Di depan banyak orang lagi? Bahaya lho!”
“ Saya sudah siap…
“ Caranya menjadi siap ?
“ Model saja Nabi
Muhammad yang saat dihujat oleh ummatnya dan berdo’a “ Ya Tuhan, maafkanlah
mereka, karena mereka belum mengetahui”.
***
WalLahu A’lam bis
Showab.
**