Selasa, 19 November 2013

HIPNOTIS POLA MILTON ERICSON

Menguasai Warisan Milton Erickson Tapi tunggu sebentar! Ini sebenarnya warisan ilegal sebab Erickson tidak pernah mau membuka rahas... thumbnail 1 summary


Menguasai Warisan Milton Erickson
Tapi tunggu sebentar! Ini sebenarnya warisan ilegal sebab Erickson tidak pernah mau membuka rahasia hipnosisnya kepada orang-orang di luar profesi medis, kedokteran gigi, psikolog, dan psikiater. Itu karena hipnosis begitu ampuh kekuatannya. Ia tidak ingin senjata ampuh ini dimiliki oleh sembarang orang, karena ada risiko penyalahgunaan.

Dengan alasan itu pula ikatan dokter Amerika pernah melarang para anggotanya menggunakan hipnosis saat menangani pasien. Sampai tahun 1953, pelarangan itu masih berlaku. Tahun itu mereka menggelar forum di New York untuk meminta pertanggungjawaban Erickson dengan praktek hipnosisnya. Ini forum dengan risiko bahwa izin prakteknya sebagai dokter bisa dicabut.

Maka ia harus melakukan “serbuan awal” untuk mempertahankan lisensinya. Untuk itu Erickson merancang terbang bersama ketua ikatan dokter itu ke New York tempat forum itu digelar. Dan semuanya seperti kebetulan. Mereka bertemu di bandara, terbang dalam satu pesawat. Ya, itu situasi yang sungguh menegangkan, saat paling krusial bagi Erickson untuk menerapkan kecakapannya. 

Rabu, 06 November 2013

HIPNOTIS DALAM SEBUAH SIMBOL

Silahkan dilihat foto yang satu ini, ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Anda dipersilahkan duduk di sebuah cafe ditengah-tengah mall yang ram... thumbnail 1 summary



Silahkan dilihat foto yang satu ini, ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Anda dipersilahkan duduk di sebuah cafe ditengah-tengah mall yang ramai, dengan memakai pakaian seperti pak ustadz ini. Saya tidak perlu bikin ilustrasi lagi untuk menggambarkan bagaimana reaksi cewek-cewek terhadap anda. yang pasti pakai baju ghamis, peci putih dengan sorban melintang dibahu, lalu jelalatan di mall bisa mengundang curiga satpam yang sedang bertugas. Sekali lagi, simbol bekerja mempengaruhi pandangan orang.

Memang kelihatan agak aneh, kalau misalnya kita melihat seorang laki-laki berbaju gamis, pakai sorban dan berjenggot ‘gaya’ ustadz Abu Bakar Baasyir, mondar mandir keluar masuk tempat-tempat maksiat di Lokasari, Mangga Besar misalnya. Sekalipun mungkin bukan bermaksud hendak melakukan maksiat, namun pastilah timbul pertanyaan dibenak pelacur maupun germo yang mangkal disana : “pakai sorban koq kesini?”. Bahkan bagi pihak yang berpakaian simbol-simbol itupun akan berpikir seribu kali untuk pergi mendekati tempat maksiat, minimal mungkin akan mengganti pakaiannya dengan pantalon, kemeja, dasi atau jas gaya Eropa, karena memang pakaian tersebut terlihat ‘nyambung' dengan tempat-tempat seperti itu. Ada pengalaman seorang teman ketika melakukan jamuan bisnis, mengajak relasinya ke sebuah karaoke. Kebetulan teman tersebut belum sempat bercukur sehingga wajahnya dihiasi jenggot agak panjang. Seperti biasa di ‘karaoke room’ mereka memesan perempuan penghibur untuk menemani dan pertanyaan pertama yang diterimanya dari perempuan penghibur tersebut adalah : “ Bapak punya jenggot koq mainnya di karaoke?”